Our social:

Monday 26 December 2016

Jakarta - Mahkamah Agung (MA) melepaskan terdakwa korupsi asuransi anggota DPRD Jayapura, Rusmayani. Namun hakim agung Surya Jaya menilai sebaliknya, yaitu Bendahara Sekretariat DPRD Kabupaten Jayapura itu seharusnya dihukum.

Kasus bermula saat AJB Bumiputera 1912 memberikan program polis kesehatan kepada para anggota DPRD Kabupaten Papua periode 2009-2014. Sebanyak 25 anggota Dewan tertarik dan mengikuti program tersebut.

Namun, untuk pembayaran premi diambil dari APBD sebesar Rp 474 juta. Pembayaran itu melalui Bendahara Sekretariat Dewan, Rusmayani.

Belakangan, dana premi itu bermasalah dan diusut aparat. Rusmayani akhirnya diproses secara hukum.

Pada 14 April 2014, jaksa menuntut Rusmayani hukuman 18 bulan penjara. Tapi putusan itu ditolak Pengadilan Tipikor Jayapura pada 12 Juni 2014. Majelis hakim membebaskan Rusmayani.

Atas putusan itu, jaksa mengajukan kasasi. Tapi MA tetap menilai Rusmayani tidak bersalah.
MA Lepaskan Terdakwa Korupsi di Papua, Hakim Agung Surya Jaya BerseberanganHakim agung Prof Dr Surya Jaya.

"Menyatakan Rusmayani terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan, tetapi perbuatan tersebut bukan kejahatan atau pelanggaran. Melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum," putus majelis.

Duduk sebagai ketua majelis, hakim agung Prof Dr Surya Jaya, dengan anggota Prof Dr M Askin dan Dr Luhut Hutagalung. Dalam putusan itu, Surya Jaya menolak putusan tersebut karena meyakini Rusmayani bersalah.

"Perbuatan terdakwa sebagai bendahara telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 200 juta karena nilai yang tertuang dalam polis tidak sesuai dengan kesepakatan jumlah premi (surat perjanjian 12 Oktober 2009) yang dibayarkan oleh terdakwa melalui kas DPRD Kabupaten Jayapura," kata Surya Jaya, yang dituangkan dalam halaman 29 putusan kasasi Nomor 442 K/Pid.Sus/2015.

Menurut Surya Jaya, Rusmayani mengetahui dan memahami tugas sebagai bendahara pengeluaran. Yaitu suatu objek kegiatan seharusnya melalui prosedur lelang atau tender, ada dokumen tender/lelang yang ditetapkan oleh pihak berwenang.

"Hal ini terdakwa tidak dilakukan dengan dasar perintah atasan, padahal seharusnya perintah atasan yang melanggar ketentuan wajib untuk tidak ditaati atau ditindaklanjuti," ucap Prof Dr Surya Jaya pada 21 Januari 2016.

Pendapat Prof Dr Surya Jaya itu memecah pendapat majelis. Musyawarah pun digelar tapi mengalami jalan buntu. Akhirnya digelar voting dan, setelah divoting, suara Surya Jaya kalah dari dua hakim lainnya, sehingga Rusmayani lepas. 

0 comments:

Post a Comment